Rabu, 26 Agustus 2009

Hukum Mengangkat Suara Ketika Berdzikir Setelah Shalat

Posted on 09.46 by Kiki

HUKUM MENGANGKAT SUARA KETIKA BERDZIKIR SETELAH SHALAT.

Oleh
Syaikh Muhammad nashiruddin Al-Albani


Pertanyaan.
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : "Bagaimana hukum
mengeraskan suara dalam dzikir setelah shalat?"

Jawaban.
Ada suatu hadits dalam Shahihain dari Ibnu 'Abbas, ia berkata:

"Artinya : Dahulu kami mengetahui selesainya shalat pada masa Nabi
karena suara dzikir yang keras".

Akan tetapi sebagian ulama mencermati dengan teliti perkataan
Ibnu 'Abbas tersebut, mereka menyimpulkan bahwa lafal "Kunnaa" (Kami
dahulu), mengandung isyarat halus bahwa perkara ini tidaklah
berlangsung terus menerus.

Berkata Imam Asy-Syafi'i dalam kitab Al-Umm bahwasanya Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam mengeraskan suaranya ketika berdzikir
adalah untuk mengajari orang-orang yang belum bisa melakukannya. Dan
jika amalan tersebut untuk hanya pengajaran maka biasanya tidak
dilakukan secara terus menerus.

Ini mengingatkanku akan perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
tentang bolehnya imam mengeraskan suara pada bacaan shalat padahal
mestinya dibaca perlahan dengan tujuan untuk mengajari orang-orang
yang belum bisa.

Ada sebuah hadits di dalam Shahihain dari Abu Qatadah Al-Anshari
bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dahulu terkadang
memperdengarkan kepada para shabahat bacaan ayat Al-Qur'an di dalam
shalat Dzuhur dan Ashar, dan Umar juga melakukan sunnah ini.

Imam Asy-Syafi'i menyimpulkan berdasarkan sanad yang shahih bahwa
Umar pernah men-jahar-kan do'a iftitah untuk mengajari makmum ; yang
menyebabkan Imam ASy-Syafi'i, Ibnu Taimiyah dan lain-lain
berkesimpulan bahwa hadits di atas mengandung maksud pengajaran. Dan
syari'at telah menentukan bahwa sebaik-baik dzikir adalah yang
tersembunyi.

Walaupun hadits : "Sebaik-baik dzikir adalah yang tersembunyi
(perlahan)". Sanad-nya Dhaif akan tetapi maknanya 'shahih'.

Banyak sekali hadits-hadits shahih yang melarang berdzikir dengan
suara yang keras, sebagaimana hadits Abu Musa Al-Asy'ari yang
terdapat dalam Shahihain yang menceritakan perjalanan para shahabat
bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Abu Musa berkata : Jika
kami menuruni lembah maka kami bertasbih dan jika kami mendaki tempat
yang tinggi maka kami bertakbir. Dan kamipun mengeraskan suara-suara
dzikir kami. Maka berkata Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Wahai sekalian manusia, berlaku baiklah kepada diri kalian
sendiri. Sesungguhnya yang kalian seru itu tidaklah tuli dan tidak
pula ghaib. Sesunguhnya kalian berdo'a kepada Yang Maha Mendengar
lagi Maha Melihat, yang lebih dekat dengan kalian daripada leher
tunggangan kalian sendiri".

Kejadian ini berlangsung di padang pasir yang tidak mungkin
mengganggu siapapun. Lalu bagaimana pendapatmu, jika mengeraskan
suara dzikir itu berlangsung dalam masjid yang tentu mengganggu orang
yang sedang membaca Al-Qur'an, orang yang 'masbuq' dan lain-lain.
Jadi dengan alasan mengganggu orang lain inilah kita dilarang
mengeraskan suara dzikir.

Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Wahai sekalian manusia, masing-masing kalian bermunajat
(berbisik-bisik) kepada Rabb kalian, maka janganlah sebagian kalian
men-jahar-kan bacaannya dengan mengganggu sebagian yang lain.

Al-Baghawi menambahkan dengan sanad yang kuat.

"Artinya : Sehingga mengganggu kaum mu'minin (yang sedang
bermunajat)".


[Disalin dari kitab Majmu'ah Fatawa Al-Madina Al-Munawarrah, edisi
Indonesia Fatwa-Fatwa AlBani.Fatwa-Fatwa AlBani, hal 39-41, Pustaka
At- Tauhid]

No Response to "Hukum Mengangkat Suara Ketika Berdzikir Setelah Shalat"

Leave A Reply